Perang Abuya Ashaari At Tamimi

Kalau bagian awal menggambarkan ekpresi rasa cinta Abuya pada bumi Aceh dan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka bagian selanjutnya dari buku Tsunami ini mengekspresikan pernyataan perang Abuya terhadap Amerika yang merupakan kekuatan yang selama ini secara umum diketahui sebagai kekuatan yang selalu berusaha melemahkan bangsa-bangsa lain yang dianggap berpotensi menyaingi hegemoni kekuasaannya di dunia. Jika kita mengamati gambar/ilustrasi pada kulit muka buku Tsunami ini, kita tidak melihat gambar manusia-manusia yang diterjang oleh Tsunami, akan tetapi yang digambarkan adalah kapal-kapal perang Amerika yang porak poranda diterjang Tsunami.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Amerika selalu ingin campur tangan di belahan bumi manapun yang mereka anggap memiliki kekuatan yang berpotensi mengancam dominasinya di dunia ini. Maka bukanlah sekedar isapan jempol kalau kita mengatakan bahwa ada upaya-upaya Amerika untuk melemahkan Negara umat Islam terbesar di dunia ini, yaitu Indonesia.
Abuya merasa bahwa upaya-upaya untuk menjatuhkan umat Islam di Nusantara ini tidaklah pernah sesukses apa yang telah dicapai musuh-musuh umat Islam melalui terjadinya konflik antara sesama umat Islam di bumi Aceh, dimana pertentangan fisik (perang) antara sesama umat Islam dalam satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, telah berhasil dicetuskan. Kita semua tahu akan konsekuensi-konsekuensi yang amat memilukan yang dapat terjadi dalam suatu perang saudara.
Mungkin masyarakat sulit memahami mengapa Abuya begitu berhabis-habisan membela agar tidak sampai terjadi peperangan di bumi Aceh. Abuya menganggap masalah konflik bersenjata di Aceh ini sebagai sesuatu yang amat genting dan berbahaya, yang mengancam agenda Allah SWT tentang kebangkitan Islam di akhir zaman dari bumi sebelah Timur, seperti dinyatakan dalam hadits berikut:


Dari Ibnu Umar bahawa Nabi SAW telah memegang tangan Sayidina Ali dan bersabda: “Akan keluar dari sulbi ini, seorang pemuda yang akan memenuhi dunia dengan keadilan (Imam Mahdi). Bilamana kamu melihat yang demikian itu maka wajiblah bagi kamu bersama Pemuda dari Bani Tamim
(yakni dengan mencarinya), dia datang dari sebelah Timur dan dia
adalah pemegang panji-panji Al Mahdi”. (Dari kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti)


Mengapa Abuya begitu mengkhawatirkan peperangan di Aceh, sementara kebencian rakyat Aceh terhadap Negara Indonesia (khususnya terhadap orang-orang dari suku Jawa) sudah begitu memuncak ketika itu?
Inilah sebenarnya yang dinamakan ilham. Dikala banyak orang bersetuju dengan rencana operasi militer TNI di bumi Aceh, Abuya termasuk sedikit orang yang berhabis-habisan untuk berusaha mencegahnya. Ini adalah ilham dari Allah SWT yaitu Allah SWT menanamkan dalam-dalam di hati Abuya Ashaari tentang gentingnya nasib Islam di belahan Bumi sini ketika itu. Jika kita berusaha memahami perjuangan Abuya Ashaari yang telah dirintis sejak tahun 1968, kita akan bisa lebih memahami mengapa Abuya merasakan konflik bersenjata di Aceh ini sebagai sesuatu yang amat genting, bahkan seakan situasinya seperti antara hidup dan mati.

Hidup Abuya dan perjuangan Abuya adalah untuk satu hal saja, yaitu untuk 'menagih' janji Allah SWT yang telah disampaikan oleh kekasih-Nya, Rasulullah SAW dalam hadits yang telah disampaikan diatas: Janji Allah akan adanya kebangkitan Islam dari bumi sebelah Timur dengan cara yang penuh kasih sayang, dan tanpa melalui peperangan. Dan bila dikatakan “Kebangkitan Islam”, tentulah lengkap beserta semua paketnya tanpa terkecuali. Itu merupakan suatu paket besar kebangkitan dan bersifat sistematis dan menyeluruh, dan itulah yang telah diperjuangkan oleh Abuya Ashaari sejak tahun 1968, yaitu menghidupkan cara hidup Islam di belahan Timur Bumi, disini. Beliau adalah ulama yang pertama-tama secara besar-besaran mempromosikan busana Islam (cara berpakaian secara Islam), ekonomi Islam, kebudayaan Islam (melalui Nasyid, dengan kelompok Nasyid yang rekamannya masih beredar hingga kini, sebut saja kelompok perintis-perintis Nasyid yang merupakan anak murid Abuya Ashaari seperti Nadamurni, The Zikr, hingga ke era kini dengan kelompok Qatrunnada, Mawaddah, Remaja Harapan dan Generasi Harapan). Dan pada aspek-aspek lain dari kehidupan umat Islam yang sudah amat dilupakan sehingga menjadi amat sulit untuk dipraktekkan, Abuya menghidupkannya kembali demi 'menagih' janji Allah SWT yang bagi Abuya PASTI akan Allah tunaikan, tidak mungkin tidak terjadi. Diantara praktek amalan Islam yang kembali dihidupkan Abuya Ashaari adalah praktek poligami. Suatu praktek mulia yang dimasa lalu diamalkan oleh kekasih Allah Baginda Rasulullah SAW, oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya, dan oleh salafusshalihin di zaman kegemilangan peradaban rohaniah Islam.

Hadits diatas menyebutkan dua sosok yang berperanan dalam kebangkitan Islam di akhir zaman, yaitu:
1. Pemuda yang memenuhi dunia dengan keadilan (Imam Mahdi)
2. Pemuda dari bani Tamim yang datang dari sebelah Timur dan dia disebut sebagai pemegang panji-panji Al Mahdi.


Banyak orang salah sangka mengira keduanya satu orang saja. Sebenarnya tidaklah demikian, Pemuda dari Bani Tamim adalah pendahulu dari Imam Mahdi, yaitu orang yang Allah SWT amanahkan untuk mempersiapkan kedatangan Imam Mahdi. Mempersiapkan segala-galanya sebelum Imam Mahdi dizhahirkan untuk memimpin dunia di akhir zaman.
Keterangan ini sangatlah bertepatan dengan keterangan-keterangan yang hidup di dalam khazanah orang-orang Jawa, bahwa di akhir zaman (Zaman Edan) akan datang seorang Satria Piningit dan seorang Ratu Adil. Sesungguhnya Satria Piningit inilah Putera dari Bani Tamim dan Ratu Adil itulah Imamul Mahdi yang disebut-sebut dalam hadits tadi, yang kedatangannya telah lama dinanti-nanti ummat Islam dengan kerinduan yang sudah memuncak saat ini, terlebih lagi karena suasana zaman yang semakin panas menggigit dikarenakan penderitaan dan kezhaliman yang semakin meluas di kalangan umat manusia di dunia hari ini.

Poligami merupakan amalan yang kembali dihidupkan Abuya dalam jemaahnya, dulu bernama Darul Arqam, kemudian berganti nama menjadi Rufaqa dan sekarang bernama Global Ikhwan. Bagi Abuya, menghidupkan kembali poligami yang dipraktekkan dalam keredhaan Allah SWT adalah suatu perang (perang mental, perang falsafah, perang cara hidup, perang kebudayaan) terhadap Yahudi yang selama ini berusaha merusak nilai-nilai kebaikan yang ada dalam diri manusia. Bukan rahasia lagi bahwa Yahudi telah berhasil melemahkan kekuatan umat Islam dengan cara menghancurkan institusi keluarga, melalui:
1. Gerakan feminisme yang mempromosikan kesetaraan antara laki-laki dan wanita. Hal ini mengakibatkan para istri tidak lagi taat dan hormat pada suaminya, sesuatu yang sekilas nampak sederhana, padahal amat mengguncang kekuatan dan persatuan suatu bangsa dan negara. Bagaimana suatu bangsa bisa kuat jika dalam unit terkecilnya, yaitu keluarga, telah tumbuh benih-benih ketidak-taatan?
2. Pergaulan bebas, melalui kampanye kebudayaan lewat filem-filem dan bacaan-bacaan. Poligami dipandang sebagai seuatu yang tidak beradab, sementara film-film porno, program-program TV dimana para wanita membuka aurat, dan banyak hal-hal lain yang merusak tatanan nilai kemanusiaan dipromosikan besar-besaran. Ini telah mengakibatkan terjadinya penyakit sosial dimana-mana.
3. Pornografi yang merusak institusi keluarga dan bahkan orang-orang yang belum memasuki gerbang kehidupan berkeluarga, yaitu pemuda-pemudi.
4. Gaya hidup bermewah-mewah dan mengejar kesenangan semata (hedonisme).

Hasilnya adalah keluarga yang tanpa pemimpin (istri tidak hormat dan taat pada suami). Kalau diperingkat keluarga saja struktur kepemimpinan tidak jalan, apalah lagi di tingkatan RT, RW, komunitas, Negara dan Dunia. Itulah kunci kelemahan Islam kini.
Melalui poligami suami dan istri dididik untuk memerangi nafsu dan mengutamakan Allah SWT dan Rasul-Nya yang mulia. Karena hanya karena kecintaan pada Allah dan Rasul–lah suatu rumah tangga poligami dapat berjalan rukun aman dan damai serta penuh keberkahan.
Poligami juga adalah bukti kecintaan Abuya pada Rasul, karena telah menghidupkan kembali suatu sunnah yang sudah teramat langka karena sulit untuk dipraktekkan, yaitu poligami dalam keredhaan Allah SWT dimana suami dan istri madu-bermadu sanggup saling berkasih-sayang semata-mata karena cintanya pada Allah dan Rasul. Jadi poligami adalah suatu didikan agar manusia mencintai Allah dan Rasul. Kalau masyarakat mencintai Allah dan Rasul, maka Allah SWT akan campur tangan untuk membantu semua urusan kita. Allah SWT akan menjadi pembela kita. Kekuatan manapun takkan lagi sanggup menghadapi kekuatan yang dibelakangnya ada Allah dan Rasul. Inilah rahasia besar poligami yang Abuya perjuangkan.