Buku Tsunami yang Menghebohkan

Sejak peluncuran buku ini di Bandung pada hari Jum'at 23 April 2010, telah terjadi kehebohan berkenaan dengan beberapa pernyataan yang disampaikan Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi dalam buku tersebut.
Saya termasuk yang hadir dalam acara tersebut dan telah membaca buku tersebut, jadi di satu sisi saya dapat memahami mengapa buku ini jadi begitu menghebohkan. Namun di lain sisi, saya juga dapat menerima pesan baik dan penting yang ingin disampaikan Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi dalam buku ini.
Sebelum sedikit mengulas tentang buku ini, ada baiknya saya tayangkan terlebih dahulu sebuah sajak yang ditulis Abuya tidak lama setelah terjadinya Tsunami Aceh di tahun 2005. Sajak ini sebenarnya merupakan gambaran sejernih-jernihnya tentang perasaan Abuya tentang Tsunami Aceh yang ketika itu baru saja terjadi. Sajak ini pula sekaligus menunjukkan bahwa Abuya adalah seorang visioner, yang dalam istilah rohaniah disebut sebagai seseorang yang memiliki firasat yang teramat tajam dibanding manusia pada umumnya, karena semua yang disebut dalam sajak tersebut memang ternyata kemudian hari mewujud dalam kenyataan yang terjadi di Aceh kini. Kita mesti ingat bahwa ketika sajak ini di tulis, bumi Aceh masih dalam keadaan porak poranda dengan segala ketidakpastian akan masa depannya.

Sajak:

TSUNAMI

Satu pengorbanan mangsa tsunami
terutama yang meninggal dunia
Demi sampai beralihnya peta dunia dan wajah manusia
Dari kegelapan dan kezaliman
Kepada cahaya kebenaran
Semuanya dikira cukup berjasa

Masakan Tuhan yang baik
Akan mensia-siakan
Pengorbanan dan kematian mereka
diterima baik oleh Tuhan

Kini mereka bahagia
Bersama Tuhan di sana
Mati lemas Mati dihempap
Di sisi Tuhan adalah syahid

Bunyinya azab hasilnya indah
Tuhan lakukan itu sebagai pengampunan dosa
Kematian mereka berjasa
Menukar dunia yang berdosa kepada duani yang sejahtera
Artinya semua tangisan itu tangisan kegembiraan

Lalu apalagi mau dikesalkan dan disedihkan
Melainkan menunggu khabar gembira yang pasti tiba
Marilah bertaqwa kepada Tuhan
Yang punya segala-galanya

(Karya Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi, 2005)



Beberapa catatan tentang sajak TSUNAMI ini:

1. Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi, seperti yang dikenal orang-orang yang telah lama mengenalnya dari dekat, adalah seorang dengan rasa kehambaan dan rasa ber-Tuhan yang teramat dalam. Begitu dalamnya hingga bagaikan magnet yang menarik banyak sekali manusia yang ingin berguru, berkawan, bermitra, ataupun sekedar ingin tahu tentang pribadi beliau. Abuya adalah orang yang kebulatan Tauhid-nya mewujud dalam setiap perkataan dan perbuatannya. Ini sebenarnya menggugurkan apa yang selama ini dikesankan secara negatif di banyak media massa.

2. Sajak ini adalah sajak yang amat memuliakan korban-korban yang meninggal dalam peristiwa Tsunami Aceh, serta sajak yang sangat menghibur dan membesarkan hati keluarga yang ditinggalkan. Terlebih lagi, sajak ini mengandung visi positif tentang masa depan Aceh dan masa depan Indonesia di masa yang akan datang. Kini visi tersebut telah mewujud menjadi kenyataan. Peperangan yang kejam dan mengancam kedaulatan negara tempat umat Islam terbesar di dunia ini telah berganti dengan kedamaian dan pembangunan yang sungguh menggembirakan, dibanding dengan suasana perang dan permusuhan yang memenuhi bumi Aceh di masa sebelum terjadinya Tsunami. Rakyat Aceh yang dulu amat membenci orang Jawa, kini telah berubah menjadi bersahabat dan bahu-membahu membangun kembali bumi Aceh. Kebencian telah terhapus dan benih-benih cinta kini telah tumbuh dan bahkan berbunga.
Agar sebaik mungkin dapat mengikuti uraian isi buku ini, berikut ini saya sampaikan Daftar Isi buku tersebut:

KATA PENGANTAR


PRAKATA


MUQADIMAH


BAB 1 : TNI Jangan Perangi Aceh


BAB 2 : Di DPRD Aceh


BAB 3 : Abuya dan Amerika


BAB 4 : Perang Penuh Keajaiban


BAB 5 : Aceh Hancur Islam Bangun


BAB 6 : Aceh Selepas Tsunami


BAB 7 : Kini Tiada Lagi Perang

LAMPIRAN
A. Surat Abuya Untuk Menkopolkam RI
B. Para Saksi Sejarah Keajaiban Tsunami
C. Satrio Piningit Menurut Pandangan Prof.Dr.H.M. Kusno Kromodihardjo
D. Silsilah Abuya Asaari

Abuya dan Aceh: A Love Affair

Ada apa dengan Abuya dan Aceh?

Menilik ke dalam buku "Tsunami Membuktikan Abuya Putra Bani Tamim (Satria Piningit)" (TMAPBT), khususnya pada bagian awal, yaitu PRAKATA, MUQADDIMAH, BAB 1 : TNI Jangan Perangi Aceh dan BAB 2 : DI DPRD ACEH, maka judul diatas adalah kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan antara Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi dan Aceh, yaitu CINTA.
Diceritakan dalam buku Tsunami (TMAPBT), betapa Abuya sungguh amat peduli akan Aceh, sementara kepedulian adalah tanda-tanda cinta, terlebih lagi kepedulian itu demikian intens. Berikut ini diantara peristiwa-peristiwa yang menggambarkan hal tersebut:

1. Abuya Ashaari telah mengirimkan surat kepada Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yaitu Tengku Abdullah Syafi'i, yang berisi himbauan untuk tidak meneruskan perang yang ketika itu sudah berlangsung sengit.

2. Masyarakat Aceh diberitahu melalui kuliah-kuliah Abuya Ashaari bahwa kalau perang tetap diteruskan juga, maka resiko-resiko yang dihadapi akan terlalu besar.

3. Ketika ditanyakan kepada Abuya Ashaari perihal rencana TNI menyerang Aceh, beliau amat tidak setuju dan marah. Melalui wakilnya, Abuya pun mengirimkan pesan kepada Presiden RI, yang waktu itu dijabat oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, melalui Menkopolkam RI, yang ketika itu dijabat oleh Bapak Soesilo Bambang Yudhoyono, bahwa resikonya terlalu besar jika terjadi perang. "Janganlah berperang. Nanti Allah marah. Resikonya terlalu besar", kata Abuya Ashaari ketika itu.
Sayangnya, jawaban yang diterima Abuya Ashaari ketika itu ialah: "Pandangan Abuya Ashaari bagus, tapi lebih banyak orang yang setuju untuk perang". Maka terjadilah perang. Abuya Ashaari terpaksa terus bekerja keras menghubungi berbagai pihak untuk memohon agar perang segera dihentikan.

4. Abuya Ashaari mengirimkan wakil-wakilnya ke DPRD Aceh dalam rangka memberi masukan sehubungan dengan akan diberlakukannya syariat Islam di Aceh. Wakil Abuya menyampaikan pesan dari Abuya tentang bagaimana cara membangun Islam, yaitu melalui dakwah dan kasih sayang, dan bukan dengan keganasan, kekerasan dan kekejaman. Ketika itu TNI sudah mulai memerangi Aceh. Perang sudah semakin melebar di wilayah Aceh.

Sungguh menarik menyaksikan bagaimana Abuya Ashaari yang seorang warga Malaysia menjadi begitu sibuk dan begitu peduli dengan urusan Aceh dan Indonesia ini. Sesungguhnya Islam tak mengenal batas geografi dan kebangsaan. Dan sesungguhnya kepedulian adalah bukti dari rasa cinta dan tanggungjawab.


Perang Abuya Ashaari At Tamimi

Kalau bagian awal menggambarkan ekpresi rasa cinta Abuya pada bumi Aceh dan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka bagian selanjutnya dari buku Tsunami ini mengekspresikan pernyataan perang Abuya terhadap Amerika yang merupakan kekuatan yang selama ini secara umum diketahui sebagai kekuatan yang selalu berusaha melemahkan bangsa-bangsa lain yang dianggap berpotensi menyaingi hegemoni kekuasaannya di dunia. Jika kita mengamati gambar/ilustrasi pada kulit muka buku Tsunami ini, kita tidak melihat gambar manusia-manusia yang diterjang oleh Tsunami, akan tetapi yang digambarkan adalah kapal-kapal perang Amerika yang porak poranda diterjang Tsunami.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Amerika selalu ingin campur tangan di belahan bumi manapun yang mereka anggap memiliki kekuatan yang berpotensi mengancam dominasinya di dunia ini. Maka bukanlah sekedar isapan jempol kalau kita mengatakan bahwa ada upaya-upaya Amerika untuk melemahkan Negara umat Islam terbesar di dunia ini, yaitu Indonesia.
Abuya merasa bahwa upaya-upaya untuk menjatuhkan umat Islam di Nusantara ini tidaklah pernah sesukses apa yang telah dicapai musuh-musuh umat Islam melalui terjadinya konflik antara sesama umat Islam di bumi Aceh, dimana pertentangan fisik (perang) antara sesama umat Islam dalam satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia, telah berhasil dicetuskan. Kita semua tahu akan konsekuensi-konsekuensi yang amat memilukan yang dapat terjadi dalam suatu perang saudara.
Mungkin masyarakat sulit memahami mengapa Abuya begitu berhabis-habisan membela agar tidak sampai terjadi peperangan di bumi Aceh. Abuya menganggap masalah konflik bersenjata di Aceh ini sebagai sesuatu yang amat genting dan berbahaya, yang mengancam agenda Allah SWT tentang kebangkitan Islam di akhir zaman dari bumi sebelah Timur, seperti dinyatakan dalam hadits berikut:


Dari Ibnu Umar bahawa Nabi SAW telah memegang tangan Sayidina Ali dan bersabda: “Akan keluar dari sulbi ini, seorang pemuda yang akan memenuhi dunia dengan keadilan (Imam Mahdi). Bilamana kamu melihat yang demikian itu maka wajiblah bagi kamu bersama Pemuda dari Bani Tamim
(yakni dengan mencarinya), dia datang dari sebelah Timur dan dia
adalah pemegang panji-panji Al Mahdi”. (Dari kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti)


Mengapa Abuya begitu mengkhawatirkan peperangan di Aceh, sementara kebencian rakyat Aceh terhadap Negara Indonesia (khususnya terhadap orang-orang dari suku Jawa) sudah begitu memuncak ketika itu?
Inilah sebenarnya yang dinamakan ilham. Dikala banyak orang bersetuju dengan rencana operasi militer TNI di bumi Aceh, Abuya termasuk sedikit orang yang berhabis-habisan untuk berusaha mencegahnya. Ini adalah ilham dari Allah SWT yaitu Allah SWT menanamkan dalam-dalam di hati Abuya Ashaari tentang gentingnya nasib Islam di belahan Bumi sini ketika itu. Jika kita berusaha memahami perjuangan Abuya Ashaari yang telah dirintis sejak tahun 1968, kita akan bisa lebih memahami mengapa Abuya merasakan konflik bersenjata di Aceh ini sebagai sesuatu yang amat genting, bahkan seakan situasinya seperti antara hidup dan mati.

Hidup Abuya dan perjuangan Abuya adalah untuk satu hal saja, yaitu untuk 'menagih' janji Allah SWT yang telah disampaikan oleh kekasih-Nya, Rasulullah SAW dalam hadits yang telah disampaikan diatas: Janji Allah akan adanya kebangkitan Islam dari bumi sebelah Timur dengan cara yang penuh kasih sayang, dan tanpa melalui peperangan. Dan bila dikatakan “Kebangkitan Islam”, tentulah lengkap beserta semua paketnya tanpa terkecuali. Itu merupakan suatu paket besar kebangkitan dan bersifat sistematis dan menyeluruh, dan itulah yang telah diperjuangkan oleh Abuya Ashaari sejak tahun 1968, yaitu menghidupkan cara hidup Islam di belahan Timur Bumi, disini. Beliau adalah ulama yang pertama-tama secara besar-besaran mempromosikan busana Islam (cara berpakaian secara Islam), ekonomi Islam, kebudayaan Islam (melalui Nasyid, dengan kelompok Nasyid yang rekamannya masih beredar hingga kini, sebut saja kelompok perintis-perintis Nasyid yang merupakan anak murid Abuya Ashaari seperti Nadamurni, The Zikr, hingga ke era kini dengan kelompok Qatrunnada, Mawaddah, Remaja Harapan dan Generasi Harapan). Dan pada aspek-aspek lain dari kehidupan umat Islam yang sudah amat dilupakan sehingga menjadi amat sulit untuk dipraktekkan, Abuya menghidupkannya kembali demi 'menagih' janji Allah SWT yang bagi Abuya PASTI akan Allah tunaikan, tidak mungkin tidak terjadi. Diantara praktek amalan Islam yang kembali dihidupkan Abuya Ashaari adalah praktek poligami. Suatu praktek mulia yang dimasa lalu diamalkan oleh kekasih Allah Baginda Rasulullah SAW, oleh para Nabi dan Rasul sebelumnya, dan oleh salafusshalihin di zaman kegemilangan peradaban rohaniah Islam.

Hadits diatas menyebutkan dua sosok yang berperanan dalam kebangkitan Islam di akhir zaman, yaitu:
1. Pemuda yang memenuhi dunia dengan keadilan (Imam Mahdi)
2. Pemuda dari bani Tamim yang datang dari sebelah Timur dan dia disebut sebagai pemegang panji-panji Al Mahdi.


Banyak orang salah sangka mengira keduanya satu orang saja. Sebenarnya tidaklah demikian, Pemuda dari Bani Tamim adalah pendahulu dari Imam Mahdi, yaitu orang yang Allah SWT amanahkan untuk mempersiapkan kedatangan Imam Mahdi. Mempersiapkan segala-galanya sebelum Imam Mahdi dizhahirkan untuk memimpin dunia di akhir zaman.
Keterangan ini sangatlah bertepatan dengan keterangan-keterangan yang hidup di dalam khazanah orang-orang Jawa, bahwa di akhir zaman (Zaman Edan) akan datang seorang Satria Piningit dan seorang Ratu Adil. Sesungguhnya Satria Piningit inilah Putera dari Bani Tamim dan Ratu Adil itulah Imamul Mahdi yang disebut-sebut dalam hadits tadi, yang kedatangannya telah lama dinanti-nanti ummat Islam dengan kerinduan yang sudah memuncak saat ini, terlebih lagi karena suasana zaman yang semakin panas menggigit dikarenakan penderitaan dan kezhaliman yang semakin meluas di kalangan umat manusia di dunia hari ini.

Poligami merupakan amalan yang kembali dihidupkan Abuya dalam jemaahnya, dulu bernama Darul Arqam, kemudian berganti nama menjadi Rufaqa dan sekarang bernama Global Ikhwan. Bagi Abuya, menghidupkan kembali poligami yang dipraktekkan dalam keredhaan Allah SWT adalah suatu perang (perang mental, perang falsafah, perang cara hidup, perang kebudayaan) terhadap Yahudi yang selama ini berusaha merusak nilai-nilai kebaikan yang ada dalam diri manusia. Bukan rahasia lagi bahwa Yahudi telah berhasil melemahkan kekuatan umat Islam dengan cara menghancurkan institusi keluarga, melalui:
1. Gerakan feminisme yang mempromosikan kesetaraan antara laki-laki dan wanita. Hal ini mengakibatkan para istri tidak lagi taat dan hormat pada suaminya, sesuatu yang sekilas nampak sederhana, padahal amat mengguncang kekuatan dan persatuan suatu bangsa dan negara. Bagaimana suatu bangsa bisa kuat jika dalam unit terkecilnya, yaitu keluarga, telah tumbuh benih-benih ketidak-taatan?
2. Pergaulan bebas, melalui kampanye kebudayaan lewat filem-filem dan bacaan-bacaan. Poligami dipandang sebagai seuatu yang tidak beradab, sementara film-film porno, program-program TV dimana para wanita membuka aurat, dan banyak hal-hal lain yang merusak tatanan nilai kemanusiaan dipromosikan besar-besaran. Ini telah mengakibatkan terjadinya penyakit sosial dimana-mana.
3. Pornografi yang merusak institusi keluarga dan bahkan orang-orang yang belum memasuki gerbang kehidupan berkeluarga, yaitu pemuda-pemudi.
4. Gaya hidup bermewah-mewah dan mengejar kesenangan semata (hedonisme).

Hasilnya adalah keluarga yang tanpa pemimpin (istri tidak hormat dan taat pada suami). Kalau diperingkat keluarga saja struktur kepemimpinan tidak jalan, apalah lagi di tingkatan RT, RW, komunitas, Negara dan Dunia. Itulah kunci kelemahan Islam kini.
Melalui poligami suami dan istri dididik untuk memerangi nafsu dan mengutamakan Allah SWT dan Rasul-Nya yang mulia. Karena hanya karena kecintaan pada Allah dan Rasul–lah suatu rumah tangga poligami dapat berjalan rukun aman dan damai serta penuh keberkahan.
Poligami juga adalah bukti kecintaan Abuya pada Rasul, karena telah menghidupkan kembali suatu sunnah yang sudah teramat langka karena sulit untuk dipraktekkan, yaitu poligami dalam keredhaan Allah SWT dimana suami dan istri madu-bermadu sanggup saling berkasih-sayang semata-mata karena cintanya pada Allah dan Rasul. Jadi poligami adalah suatu didikan agar manusia mencintai Allah dan Rasul. Kalau masyarakat mencintai Allah dan Rasul, maka Allah SWT akan campur tangan untuk membantu semua urusan kita. Allah SWT akan menjadi pembela kita. Kekuatan manapun takkan lagi sanggup menghadapi kekuatan yang dibelakangnya ada Allah dan Rasul. Inilah rahasia besar poligami yang Abuya perjuangkan.

Tsunami: Perang yang Ajaib

Buku Tsunami ini memang bukan buku yang mudah difahami tanpa latar belakang pengetahuan tentang perkembangan dunia Islam dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Abuya menganalogikan peristiwa Tsunami ini dengan peristiwa runtuhnya World Trade Center (WTC). Runtuhnya WTC ini seperti kita semua tahu telah membawa konsekuensi luar biasa bagi beberapa Negara Islam, utamanya Iraq dan Afghanistan. Sebab-sebab runtuhnya WTC sampai saat ini sebenarnya masih mengundang kontroversi. Para ahli mengalami kesulitan untuk menjelaskan bagaimana gedung pencakar langit tersebut dapat runtuh sedemikian rupa hanya disebabkan oleh tabrakan dengan sebuah pesawat terbang. Menurut perhitungan teknis ilmiah, tabrakan semacam itu tak mungkin membuat gedung sekokoh itu roboh total hingga rata dengan tanah. Sebaliknya fenomena runtuhnya gedung sekokoh dan setinggi itu adalah sesuatu yang khas terjadi ketika sebuah gedung tinggi sengaja diruntuhkan menggunakan teknik peledakan, suatu cara yang dewasa ini umum dilakukan untuk meruntuhkan gedung-gedung tinggi tanpa merusak bangunan lain yang ada disekelilingnya. Jadi kuat dugaan bahwa runtuhnya WTC tersebut adalah suatu rekayasa cermat untuk menghancurkan Islam. Runtuhnya WTC yang dituduhkan sebagai aksi terorisme oleh orang-orang Islam, kemudian telah menjadi pembenaran atas penyerangan pasukan Barat ke Iraq dan Afghanistan.


Dalam buku Tsunami ini, Abuya membandingkan skenario musuh Islam yang sengaja meruntuhkan WTC demi menghancurkan Islam dengan skenario Allah SWT yang mendatangkan Tsunami justru demi menaikkan Islam dan sekaligus memporak-porandakan rencana-rencana jahat musuh Islam, demi kebangkitan Islam sesuai janji-Nya.

Bagaimana Tsunami yang ganas itu bisa disebut menguntungkan Islam?
Untuk menjelaskan ini kita perlu mengkaji perubahan-perubahan selepas berlakunya Tsunami Aceh, diantaranya:

1. Perang TNI vs GAM otomatis berhenti seketika. Tak ada lagi orang yang berfikir untuk melanjutkan perang. Artinya Allah SWT telah menyelamatkan Aceh dan Indonesia dari merasakan kepahitan seperti yang pernah dialami Bosnia, Chechnya, Aljazair, Somalia, Afghanistan, Iraq yang hancur akibat perang saudara dan kekacauan bersenjata. Sekali perang sudah berlangsung, kalaupun kemudian terhenti karena ada yang kalah dan menang, maka rasa dendam kesumat tetap ada dan tumbuh subur di dalam dada. Dendam semacam ini amat sulit dipadamkan dan akan senantiasa menjadi kerikil-kerikil tajam dalam perjalanan kehidupan bangsa tersebut. Akan tetapi berkat terjadinya Tsunami, Allah telah berhasil mendamaikan manusia. Sekarang semua pihak yang dulu bertikai dapat hidup bersama dalam kasih sayang bahkan upaya-upaya pemulihan Aceh pasca tsunami, telah menjadi pupuk bagi suatu hubungan mesra diantara pihak-pihak yang dulunya saling berperang.


2. Indonesia dipersatukan kembali melalui upaya-upaya bersama memulihkan Aceh. Sehingga sebagian rakyat Aceh yang sudah sangat benci pada orang Jawa sirna seketika kebenciannya, berubah menjadi sayang sampai sekarang. Peristiwa Tsunami-lah yang telah mempromosikan suburnya cinta dan persaudaraan di Bumi Aceh.


3. Melalui Tsunami, teramat banyak rakyat Aceh yang mendapat kemuliaan mati syahid, yang sudah pasti dijamin masuk syurga tanpa ditanya-tanya lagi. Ini adalah suatu pencapaian yang amat diimpi-impikan umat manusia sepanjang zaman. Kita semua yang selamat dari terjangan Tsunami, belumlah pasti bagaimana nasibnya di akhirat nanti.


4. Luar biasa banyak terjadi keajaiban-keajaiban selama Tsunami berlangsung. Keajaiban yang sungguh tak masuk di akal manusia. Ini membuat manusia sanggup tersungkur lagi di hadapan Allah SWT yang Maha Agung dan Maha Segala-galanya. Keinsyafan bagi kita semua yang menyaksikan peristiwa Tsunami ini adalah suatu hadiah rohaniah yang sungguh tak ternilai harganya.


Jadi melimpah sudah bukti-bukti bahwa Tsunami Aceh adalah suatu perwujudan cinta dan kasih sayang dari Allah SWT untuk rakyat Aceh, bumi berkat yang berjuluk Serambi Mekkah, juga untuk bangsa Indonesia dan untuk umat Islam sedunia.


Apa maksud Abuya pemilik Tsunami?

Jika ada orang bertanya kepada saya, “Yang kamu pakai itu baju siapa?”, maka saya pasti akan jawab “Ya baju saya dong…”, atau kalau yang saya pakai itu baju pinjaman milik adik saya, ya akan saya katakan ini baju adik saya.
Di awal blog ini sudah diceritakan bagaimana Abuya begitu terlibat secara perasaan dan tanggung jawab atas apa yang terjadi di Aceh dan di Indonesia pada umumnya. Beliau adalah seorang yang diberi kefahaman tentang konsekuensi pahit dari perang saudara serta akibatnya bagi perjuangankebangkitan Islam di Timur. Itu semua adalah hal-hal fisik yang nampak dan kasat mata sehingga dapat disaksikan oleh para saksi hidup yang masih ada saat ini.
Abuya yang telah sedemikian rupa berjuang menggagalkan perang, akan tetapi ternyata perang terus berlangsung dan kemudian Allah SWT pun mendatangkan bala tentara-Nya (Tsunami) yang menggagalkan perang tersebut. Abuya sebagai ulama sadar betul bahwa para korban yang tewas semuanya mati syahid. Maka dapatlah dimengerti mengapa Abuya merasa bahwa peristiwa Tsunami ini merupakan pembelaan Allah SWT terhadap Abuya, terhadap umat Islam dan terhadap agenda kebangkitan Islam di Timur sini. Dan 5 tahun setelah terjadinya peristiwa Tsunami, Abuya menyaksikan semua harapan-harapan beliau atas bumi Aceh akhirnya benar-benar terwujud, seperti yang digambarkan dalam sajak yang sekali lagi saya tayangkan berikut ini:

Sajak:

TSUNAMI

Satu pengorbanan, mangsa tsunami
terutama yang meninggal dunia
Demi sampai beralihnya peta dunia dan wajah manusia
Dari kegelapan dan kezaliman
Kepada cahaya kebenaran
Semuanya dikira cukup berjasa

Masakan Tuhan yang baik
Akan mensia-siakan
Pengorbanan dan kematian mereka
diterima baik oleh Tuhan

Kini mereka bahagia
Bersama Tuhan di sana
Mati lemas Mati dihempas
Di sisi Tuhan adalah syahid

Bunyinya azab, hasilnya indah
Tuhan lakukan itu sebagai pengampunan dosa
Kematian mereka berjasa
Menukar dunia yang berdosa kepada dunia yang sejahtera
Artinya semua tangisan itu tangisan kegembiraan

Lalu apalagi mau dikesalkan dan disedihkan
Melainkan menunggu khabar gembira yang pasti tiba
Marilah bertaqwa kepada Tuhan
Yang punya segala-galanya

(Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi, 2005)


Maka wajarlah rasanya (setidaknya bagi saya pribadi) kalau Abuya membahasakannya dengan ungkapan bahwa Tsunami adalah miliknya dari Allah SWT. Artinya Tsunami adalah bukti pembelaan Allah SWT atas ijtihad dan langkah-langkah yang diambil beliau berkenaan dengan Perang TNI vs GAM dan agenda kebangkitan Islam di Timur.

Orang-orang yang mengenal Abuya tahu persis bahwa Abuya adalah seorang yang teramat tawadhu’. Seorang ulama yang amat faham bahwa kesombongan hanya milik Allah SWT saja dan tidak boleh dimiliki oleh seorang hamba.
Untuk mengenal pribadi Abuya Ashaari, maka ada baiknya kita membaca setidaknya satu dari puluhan buku yang telah ditulisnya. Silakan kunjungi
situs ini.

Buku-buku yang dapat di-download di situs tersebut tersebut mencerminkan bagaimana Abuya berfikir, perberasaan dan bertindak. Beliau adalah seorang yang satu antara kata dan perbuatan. Mudah-mudahan kita semua Allah rizqikan untuk mengenal lebih jauh ulama yang lemah lembut dan kasih sayang pada semua manusia ini, termasuk kepada orang-orang non-muslim.

Ungkapan Abuya bahwa Tsunami adalah miliknya adalah ungkapan bahwa beliau adalah orang yang terlibat dalam episode turunnya kehendak Allah SWT mengirimkan Tsunami yang amat dahsyat tapi bersifat menyelamatkan itu ke bumi Aceh. Jika kita renungkan baik-baik, pada hakikatnya Tsunami tersebut hanya mendatangkan kebaikan dan kebaikan semata.

Ini sesuai dengan ayat berikut:

As Syu'araa'208-209
“Dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeripun, melainkan sesudah
ada baginya orang-orang yang memberi peringatan; untuk menjadi peringatan.
Dan Kami sekali-kali tidak berlaku zalim”.

Dan di bumi Aceh telah terjadi kebinasaan (kematian) namun tanpa terjadi suatu kezhaliman.
Wallahu a’lam.

Betulkah Abuya Putera Bani Tamim (Satria Piningit)?

Sebenarnya pernyataan bahwa Abuya yang membuat Tsunami atau bahwa Tsunami adalah milik Abuya ditujukan kepada musuh-musuh Islam, yaitu kekuatan yang selalu ingin merusak umat manusia, merusak lahiriahnya maupun rohaniahnya.
Di awal sudah disebutkan agenda Amerika untuk melemahkan Negara Islam terbesar (Indonesia) melalui peperangan di bumi Aceh. Usaha ini telah berlangsung bertahun-tahun, hingga akhirnya telah berhasil mencetuskan peperangan fisik yang mengancam keutuhan dan persaudaraan diantara umat Islam di Indonesia.
Lalu Tsunami pun melanda dan Amerika gigit jari menyaksikan skenario yang telah dirintisnya selama ini akhirnya gagal total. Rencana tinggal rencana, hasilnya nol besar.
Kepada para musuh Islam inilah Abuya Ashaari mengumumkan bahwa Tsunami adalah milik Abuya dan Abuya lah yang membuatnya terjadi. Kalau kita sebagai sesama umat Islam mendengar pernyataan Abuya tersebut, maka kita akan bingung, terkejut dan menganggap Abuya ini aneh. Tapi dapatkah anda bayangkan bagaimana ketika Amerika mendengar pernyataan Abuya tersebut? Tentu mereka sangat terkejut. Pernyataan bahwa Abuya pemilik Tsunami itu adalah suatu pukulan maut yang tersirat yang ditujukan bagi musuh-musuh Islam yang agenda jahatnya di Bumi Aceh telah digagalkan oleh peristiwa Tsunami tersebut. Musuh Islam terkejut bahwa ada seseorang yang mengaku mengendalikan suatu kejadian yang justru telah memporak-porandakan rencana tipu muslihat yang telah dengan sabar dirancangnya selama bertahun-tahun. Ini sama seperti seorang pencuri yang dengan cermat telah merencanakan aksi pencurian besar-besaran, akan tetapi aksinya mendadak gagal karena tiba-tiba hujan turun. Tak ada seorangpun yang tahu tentang rencana aksi pecurian yang telah dibatalkan oleh hujan tersebut. Jika tiba-tiba muncul seseorang yang berkata kepada si Pencuri, “Saya lah yang telah membuat hujan turun hari itu” (dengan cara berdoa pada Allah tentu). Maka tentulah si pencuri tersebut kaget dan gentar pada orang tersebut.

Abuya telah menyebut bahwa kampanye poligami merupakan pukulan utama kepada Amerika (dalam istilah tinju, pukulan utama adalah pukulan yang membuat lawan hilang keseimbangan dan terhuyung-huyung) dan peluncuran buku Tsunami ini merupakan pukulan maut untuk Amerika (pukulan yang membuat lawannya KO).

Inilah Abuya Ashaari yang begitu peduli keselamatan umat Islam dan umat manusia secara umum, serta berani dengan lantang menyeru dan menantang musuh-musuh Islam dan musuh umat manusia.

Seharusnya kita semua berada di belakang Abuya Ashaari Muhammad At Tamimi ini dan bersatu-padu dalam mendukung kebangkitan Islam yang beliau perjuangkan.

Melihat sejarah kegigihan Abuya Ashaari dalam memperjuangkan Islam, termasuk mengalami cobaan difitnah, dituduh sesat dan syirik, hingga pernah ditangkap dan diasingkan dibawah ISA (Internal Security Act, Malaysia) selama 10 tahun merupakan bukti bahwa Abuya tidak memiliki kepentingan pribadi dalam segala aktivitas yang beliau lakukan, karena aktivitas-aktivitas tersebut sungguh membawa kesulitan-kesulitan dalam hidup beliau. Itu beliau yakini merupakan konsekuensi yang harus dihadapi oleh para pejuang kebenaran sepanjang zaman.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Islam itu datangnya asing dan akan kembali asing. Karena asingnya Islam ketika pertama kali datang, maka Rasulullah SAW menanggung beban fitnah, hinaan dan siksaan bahkan hingga mengalami percobaan pembunuhan. Islam kini telah kembali menjadi asing, sehingga tidaklah mengherankan jika orang yang memperjuangkannya juga kembali mengalami fitnah, hinaan dan siksaan.

Setelah menyaksikan kekuatan jiwa Abuya Ashaari dalam berkorban demi memperjuangkan kebangkitan Islam di Timur, maka janganlah kita memandang dengan sebelah mata ataupun meremehkan kabar gembira yang beliau bawa, bahwa beliaulah Putera Bani Tamim dan Satria Piningit yang sudah lama dirindukan dan harap-harapkan kedatangannya oleh umat Islam, khususnya di Timur sini.

Wallahu a’lam.